Inspirator, Motivasi April 8th, 2011
Sungguh
sebuah karunia yang luar biasa bagi saya bisa bertemu dengan seorang yang
memiliki pribadi dan kisah menakjubkan. Dialah Houtman Zainal Arifin, seorang
pedagang asongan, anak jalanan, Office Boy yang kemudian menjadi Vice
President Citibank di Indonesia. Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia karena
Presiden Direktur Citibank sendiri berada di USA.
Tepatnya
10 Juni 2010, saya berkesempatan bertemu pak Houtman. Kala itu saya sedang
mengikuti training leadership yang diadakan oleh kantor saya, Bank Syariah
Mandiri di Hotel Treva International, Jakarta. Selama satu minggu saya
memperoleh pelatihan yang luar biasa mencerahkan, salah satunya saya peroleh
dari Pak Houtman. Berikut kisah inspirasinya:
Sekitar
tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari desa ke
jalanan Ibukota. Merantau dari kampung dengan penuh impian dan harapan, Houtman
remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman
harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan dagangannya.
harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan dagangannya.
Tetapi
kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian.
Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan
kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta.
Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya.
Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya.
Azam
atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib.
Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkanlamaran kerja ke
setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang
menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
Tapi
Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik pekerjaan.
Diterimanyalah jabatan tersebut dengan sebuah cita-cita yang tinggi. Houtman
percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa disadarinya Houtman telah
membuka pintu masa depan menjadi orang yang berbeda.
Sebagai
Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik.
Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore saat
seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan
bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank
yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau
sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai
“ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
“ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu
saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat
ini dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu mesin foto kopi sangatlah
langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin tersebut
dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai
pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan
minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya. Houtman pun akhirnya mahir
mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan
terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis
hanya Houtman yang bisa menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik
jabatan dari OB sebagai Tukang Foto copy.
Menjadi
tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi Houtman tidak
cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan
dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun melihat salah seorang staf
memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada
staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau bantuin
gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff dulu. “iya bener saya mau
bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab. “Tapi hati-hati ya ngga
boleh salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff
mewanti-wanti dengan keras. Akhirnya Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia
adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada kolom
tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang
atau keluar kolom. Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama
mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan
mempelajari dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami
berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak pengetahuannya ini membawa Houtman
kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman
cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan
seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain,
para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi
ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi
pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman
hanyalah lulusan SMA.
Peristiwa
pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa heboh dan
kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan sesama OB
mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten. Houtman dianggap tidak
konsisten dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu
rekan sesama OB menggugat.
Houtman
tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak
membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan
kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena
materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan,
sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba
tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak panah
meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah
bank.
19
tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National
City Bank, Houtman mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah
jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi citibank sendiri berada
di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
Sampai
dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB
pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini
pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli citibank
asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di
berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang .
Analisis:
Houtman Zainal Arifin adalah Vice
President Citibank di Indonesia. Mengawali karirnya sebagai OB di The First
National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dia mengadu nasib dan
diterima bekerja sebagai OB. Dia memiliki tujuan agar dapat hidup lebih baik
lagi dan selama bekerja sebagai OB di perusahaan Citybank ia mempelajari berbagai istilah dalam bank dan seluk beluk
perusahan bank tersebut. Harapannya menjadi nyata ketika ia mampu memahami
semua tentang perushaan di bank tersebut dan berhasil naik jabatan dari OB
menjadi tukang foto copy kemudian staff dan dipuncak karirnya dia berhasil
menjabat sebagai Vice President Citibank di
Indonesia.
Sumber :
http://www.lokernesiaku.com/2011/10/kisah-nyata-seorang-ob-menjadi-vice.html
Sumber :
http://www.lokernesiaku.com/2011/10/kisah-nyata-seorang-ob-menjadi-vice.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar